Kenapa Minat Menulis Pustakawan Rendah?
Pertanyaan di atas mempunyai jawaban yang beragam dan menurut hemat saya semuanya jawaban pertanyaan itu bermuara pada satu jawaban yaitu minat baca. Keadaan ini berimbas pada beberapa jurnal kepustakawanan yang terbit dan pernah terbit namun kekurangan bahan tulisan sehingga akhirnya tulisan muncul dan bermasalah dari pengarang-pengarang itu-itu saja atau kadang kala tema yang ditulis seragam karena penulis yang produktif menulis lebih suka menulis dengan tema-tema tulisan yang dikuasainya.
Secara kualitas mutu sumber daya manusia di perpustakaan meningkat, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya kemampuan dan penguasaan para pustakawan akan teknologi informasi khususnya komputer, tetapi tetap saja penguasaan teknologi yang baik tidak selalu berbanding lurus dengan kemampuan menulis. Kemampuan menulis berhubungan dengan minat baca, seorang yang gemar membaca akan memiliki pengetahuan umum yang luas. Andi Hakim Nasution (2002) mengatakan untuk menjadi seorang penulis yang baik seseorang harus memelihara tingkat pengetahuan dan pengalamannya caranya sederhana saja cukup dengan rajin membaca dan mempraktekkan apa yang dibacanya sebagai kajian kemasyarakatan.
Kembali kepada masalah rendahnya minat menulis, perlu dicari akar permasalahan dan kemudian tentu saja solusinya.. Menurut pengamatan penulis selama ini ada beberapa hal yang menghambat para pustakawan untuk menulis yaitu:
- Para pustakawan waktunya habis tersita untuk mengerjakan pekerjaan rutinnya, sehingga tak ada waktu lagi untuk mengembangkan kemampuan dirinya, hal ini sejalan dengan fakta bahwa 92,5 % persen tenaga pustakawan Indonesia adalah pustakawan pekerja atau kelompok “prajurit” (Hernandono, 2005).
- Penguasaan Pustakawan Indonesia akan Teknologi Informasi dan bahasa asing lemah, padahal kedua hal tersebut merupakan salah satu jendela untuk mengembangkan wawasan.
- Minat baca para pustakawan itu sendiri sangat rendah, padahal minat baca mempengaruhi kemampuan pustakawan untuk menulis.
- Kemauan pustakawan untuk mengembangkan dirinya sendiri sangat kurang, dan cukup puas dengan apa yang telah dilakukannya selama ini.
Walaupun si pustakawan seorang kutu buku, tetapi tidak menjamin bahwa akan mampu menulis dengan baik, karena seperti perkataan dari Thomas Alva Edison: “Genius is one percent inspiration and ninety-nine percent perspiration Keberbakatan itu satu persen ilham dan sembilan puluh sembilan persen keringat”. artinya kita harus sering berlatih dan terus berlatih menulis karena tanpa latihan dan usaha keras, maka kita tidak akan didapat hasil yang maksimal.
Pustakawan sebenarnya memiliki modal yang kuat dalam mengembangkan budaya menulis, karena sarana untuk menulis telah tersedia yaitu buku-buku yang menjadi bagian dari hidupnya, yang selama tidak disadari merupakan harta karun bagi kekayaan intelektualnya, selanjutnya tinggal faktor kemauan dari pustakawan tersebut. Semoga para pustakawan tergugah untuk mengembangkan potensi dirinya untuk menulis apa saja yang terlintas di benaknya dengan memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya yang tentu saja dapat dipertanggung jawabkan.