Kisah Koin Penyok

Kisah Koin Penyok

Seorang lelaki berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Kondisi keuangan keluarganya morat-marit.

Saat menyusuri jalanan sepi, kakinya terantuk sesuatu.

Ia membungkuk & menggerutu kecewa. “Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok.”

Meskipun begitu ia membawa koin itu ke bank.
“Sebaiknya koin ini dibawa ke kolektor uang kuno”, kata teller itu memberi saran.
Lelaki itu membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, koinnya dihargai Rp 300.000,
Lelaki itu begitu senang. Saat lewat toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu obral. Dia pun membeli kayu seharga Rp. 300.000, untuk membuat rak buat istrinya. Dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati bengkel pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu bermutu yang dipanggul lelaki itu. Dia menawarkan lemari Rp 1 juta  untuk ditukar dengan kayu itu. Setelah setuju, dia meminjam gerobak untuk membawa pulang lemari itu.

Dalam perjalanan dia melewati perumahan. Seorang wanita melihat lemari yang indah itu & menawarnya Rp 2 jt.
Lelaki itu ragu2.
Si wanita menaikkan tawarannya menjadi Rp 3,5 juta. Lelaki itupun setuju.

Saat sampai di pintu desa, dia ingin memastikan uangnya. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai Rp 3,5 juta.‎

Tiba-tiba ada perampok datang, mengacungkan senjata, merampas uang itu, lalu kabur.

Istrinya kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya dan bertanya dengan penuh kekhawatiran,
“Apa yang terjadi?
Kamu baik-baik saja kan?
Apa yang diambil perampok tadi?”

Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, “Oh, nggak apa2 kok. Yang diambil hanya sebuah koin penyok yang kutemukan di jalan tadi pagi…”

*
Saudaraku…‎

Bila kita sadar bahwa kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?

Semestinya kita bersyukur atas segala yang telah kita miliki, karena ketika datang tidak membawa apa-apa dan pergi kita tidak membawa apa-apa.

Menderita karena melekat. Bahagia karena melepas.

Karena demikianlah hakikat sejatinya kehidupan.

Apa yang sebenarnya yang kita punya dalam hidup ini?

Tidak ada.!
Bahkan napas kita saja bukan kepunyaan kita dan tidak bisa kita genggam selamanya.

Hidup itu perubahan, dan pasti akan berubah.

Saat kehilangan sesuatu kembalilah ingat bahwa sesungguhnya kita tidak punya apa-apa.
Jadi “kehilangan” itu tidaklah nyata dan tidak akan pernah menyakitkan.
Kehilangan hanya sebuah tipuan pikiran yang penuh dengan ke”aku”an.

Ke”aku”an lah yang membuat kita menderita.‎

Rumahku, hartaku, istriku, suamiku, anakku.

Lahir tidak membawa apa2, meninggal pun sendiri, tidak membawa apa2 dan siapa2. ‎

Pada waktunya “let it go”.
Siapapun yang bisa melepas, tidak melekat, tidak menggenggam erat, maka dia akan selalu bahagia…‎

Share